Oleh: Kristin Samah

JAKARTA (14/04/2020)—Ujung tombak perjuangan melawan Covid-19 itu adalah saya dan kamu. Kita semua. Banyak hal baik yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, akhirnya tenggelam pada kebisingan memperdebatkan ojek online boleh angkut penumpang atau tidak.

Walikota Semarang, Hendar Prihadi menginisiasi lumbung kelurahan untuk mengantisipasi kesulitan pangan. Konsepnya sangat sederhana. Tetangga membantu tetangga, dikoordinir lurah. Masing-masing lurah mendata status ekonomi warganya.

Jelas bukan pekerjaan yang sulit karena seorang lurah harus memahami profil warganya. Yang memiliki kemampuan lebih secara ekonomi harus mau menanggung warga masyarakat yang kurang mampu dengan menyediakan kebutuhan bahan pangan dan kebutuhan lainnya di masa krisis.

Model ini bisa kita duplikasi di tingkat lebih rendah sampai ke rukun tetangga. Satu keluarga yang mampu, menanggung keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi. Kalau dirasa berat, dua keluarga atau bahkan mungkin lebih, menanggung keluarga lainnya. Bukan hanya kebutuhan pangan, tapi juga vitamin dan kesehatan jiwa. Perhatikan mereka, ajak berjoget atau menyanyi secara online untuk tetap menjaga jarak selama tinggal di rumah. Pertanyaannya, maukah kita melakukan itu?

Ingat, perang kita ini melawan parasite yang tak terlihat. Semakin kita tak disiplin, semakin lama jangka waktunya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, masa krisis akan sampai Juni. Itu berarti masih lebih dari dua setengah bulan dari hari ini. Jumlah terpapar bisa mencapai 95 ribu jiwa. Jumlah yang tidak sedikit. Pebisnis mana yang sanggup membelanjakan uangnya untuk membayar gaji karyawan yang tidak bekerja selama jangka waktu tersebut.

Krisis kita ini akan lebih parah dari krisis ekonomi dan moneter 1998. Saat itu, sektor informal menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia sehingga tidak terpuruk ke titik nadir. Kali ini sektor informal yang terdampak lebih dulu. Mereka yang berusaha dengan modal pas-pasan harus tetap bisa memenuhi kebutuhan makan keluarga dan orang-orang yang selama ini membantu menjalankan usahanya.

Panjang pendeknya masa krisis tidak tergantung pada dokter dan tenaga kesehatan karena mereka justru berada di titik paling belakang ketika kita semua tak mampu mempertahankan daya tahan tubuh, dan terus bergerak sehingga memberi keleluasaan virus menular pada semakin banyak orang. Semakin panik, semakin banyak yang terpapar.

Kita tidak bisa menggantungkan harapan hanya pada Gugus Tugas, TNI-Polri, atau kepala daerah. Tugas mereka menanggulangi bencana non-alam. Saya dan kamu yang melakukan pencegahan.

Foto: Merdeka.com

Pemerintah sudah memberikan rambu-rambu pencegahannya, saya dan kamu yang harus menjalaninya, mematuhinya. Jaga jarak, hindari keramaian, tetap di rumah saja, pakai masker di luar rumah, menunda mudik, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu masyarakat yang membutuhkan, menyediakan bahan pangan seperlunya, dan masih banyak lagi hal sederhana yang bisa kita lakukan. Kapan badai Covid-19 akan berakhir? Saya dan kamu yang bisa menjawabnya. (***)